Surili Sumatra (Mitered leaf monekey)
Pertamakali
saya melihat jenis primata ini adalah kira-kira tahun 2002 di Sumatra
selatan, waktu itu sedang magang kerja di salah satu Hutan Tanaman
Industri. Simpai adalah nama lokal orang sering menyebut jenis monyet pemakan daun ini. Termasuk dalam keluarga Cercopitheciday, subfamily Colobinae dan scientific namenya adalah Presbytis melalophos, common name atau nama inggrisnya adalah Mitered Leaf Monkey.
Kenapa mitered, mungkin karena rambut dikepalanya memebentuk sedemikian
rupa, mirip mahkota yang sering digunakan para “bishop” pemimpin agama
katolik. Yang saya ingat waktu
itu adalah monyet ini berwarna merah kekuningan dengan bagian depan
berwarna putih. Nah akhir tahun lalu saya sempat melihat-lihat beberapa
tempat di Sumatra, tepatnya hunta-hutan sekitar Gunung Kerinci, dan
beruntung sekali melihat jenis presbytis pulau Sumatra ini, ya ini Simpai
, setelah beberapa tahun silam melihatnya, dan kali ini jarak cukup
dekat sehingga jelas sekali terlihat morphologi monyet surili daratan
Sumatra. Setelah saya liat-liat di buku Pictorial guide to the living
primate, ternyata ada 4 subspecies surili Sumatra, Bicolor, Mitrata, Nobilis, dan Melalophos. Dalam kategori daftar merah IUCN species ini termasuk Endangered.
Surili Sumatra yang saya jumpai kali ini berada
di wilayah administrative Kab.Solok Selatan, Kec. Sangir, Ds.Sungai
lambai,habitat hutan sekunder dekat dengan perkebunan, relative dekat
dengan kegiatan manusia, dan nampak mereka sudah terbiasa dengan
kehadiran manusia, karena tidak takut dan tidak langsung lari. Suara
monyet ini hampir sama dengan suara Surili Jawa, agak mirip juga dengan
Lutung merah dari Kalimantan. Tidak banyak penelitian ataupun survey
jenis surili Sumatra ini, jadi untuk statusnya sekarang sebenarnya juga
tidak jelas karena tidak adanya data yang cukup. Sebaran jenis surili
Sumatra masih belum jelas, bahkan juga taxonominya masih di perdebatkan
juga. Hilangnya habitat, konversi hutan untuk perkebunan, pertanian,
pemukiman, jalan dan lain sebagainya adalah ancaman yang nyata dari
monyet ini. Sepertinya juga monyet ini memiliki kemampuan adaptasi
terhadap perubahan habitat, seperti yang saya temui ini, malah kadang
masyarakat sekitar menganggapnya sebagai monyet penganggu, karena sering
masuk ke ladang-ladang. Disisi lain sebenarnya ini juga potensi juga
untuk wisata minat khusus pengamatan primata, karena warnanya yang
sangat “colourful” menurut saya dan mudah dijumpai, bisa digunankan
sebagai icon untuk wisata alam setempat, karena tidak perlu jalan jauh
ke dalam hutan dan mendaki gunung yang tinggi sudah bisa ketemu dengan
monyet ini, mungkin bisa juga alasan seperti ini untuk melindungi
habitatnya bisa lewat hal seperti ini juga.